Rabu, 05 Juli 2023

rindu tak sampai

di kota dingin ini, yang pernah kusebut beranda tangisku
mulai terlihat sulur-sulur kenangan
satu nama tiba-tiba muncul sebagai ingatan
seperti jantung, ingatan kali ini memiliki degup abadi yang dilindungi waktu

aku pernah bertanya,
di mana sebuah pagi kausembunyikan?
di sebelah dadamu?
atau di samping sepatu yang mengantar pergimu?

sementara embun datang lebih dingin dari biasanya
tak ada gigil yang perlu kucurigai
aku hanya tak bisa melipatnya
seperti ada yang tak terbiasa
peluk itu telah berlalu; pengukur suhu terbaik bagi tubuhku

pada sepasang kelingking yang pernah kita tautkan,
aku memohon agar terbiasa lagi melihat matamu
melihat aku
melihat jendela terbuka
melihat senja
melihat remang lampu kota yang mulai menyala
atau melihat apa saja yang belum pernah kautangisi sebelumnya

pada kedua peluk yang saling menghangatkan,
aku berharap agar diizinkan lagi mendamaikan gigilmu
ah, bukankah kita sudah belajar berpura-pura untuk saling melupakan?
dan kita berkaca pada sesal,
bersitatap dalam tabah,
saling mendoakan dalam gundah,
sebab kita terlanjur terlibat di sebuah keputusan yang salah

still missing you

Hening ini mulai mengabut dan menyamarkan pandanganku
Tapi ingatan tentangmu, masih saja membias jelas diantara ketidakmampuan yang lemas
Seperti keinginan untuk menarik lagi selimut di perbatasan pagi
Terkadang, sayu wajahmu bertamu dihadapku terbawa purnama
Menghentikan denyut nadi yang mulai sehat berdetak
Meninggalkan ludah perih yang selalu mencair dan membuat kalbu menggigil
Kemana lagi aku mencari matamu yang setebal buku
Dimana banyak hal bisa mudah terbaca dan dipelajari
Atau justru banyak cerita roman yang tak berakhir tenang

Selembar bait rindu ini untukmu...
Dijejali sedikit hampa yang menggema di setiap sudutnya
Tenang mengambang, siap terisi dan tegar menanti
Akrab dengan airmata yang selalu mengaliri kejujuran nurani
Membangunkan kenangan atas nama keinginan untuk saling mencintai dan menghargai
Menanti pedulimu menuliskan harapan, untuk mencairkan rindu beku yang kian membatu
Seperti sajak yang tak lagi bertegur sapa dengan tanda baca nya
Hanya berisikan tanda tanya yang belajar merangkai kekuatan untuk sebuah kata perpisahan

rindu yang salah


Hawa dingin di musim penghujan malam ini mulai menyapa kulitku.
Memapah ingatanku menuju keterasingan waktu dimana aku masih menjadi tong sampah atas segala kesedihan-kesedihan mu.
Lembab air hujan sepertinya sengaja membawa parasmu mengitari ruang kenangan yang sebelumnya telah terkunci rapat.
Paras yang pernah memiliki senyuman melumpuhkan, itu kata hatiku, dulu...
Sebelum ego pengkhianatan menyeretmu untuk mengundurkan diri dari ranah kebersamaan untuk menggenapi keganjilanku.
Bangku dingin yang mulai lapuk seolah menyempurnakan kenangan usang, tempat dimana kita pernah menghabiskan cerita diujung pagi.
Pada paragraf pertama, serangga malam tak pernah lupa menyumbangkan nyanyian-nyanyian nya untuk kita tuliskan.
Mengumpulkan rindu-rindu yang berserakan.
Menikmati cembung korneamu yang terkadang susah tereja.

Menuliskan kisah itu dimalam dingin ini, sama halnya mengihklaskan airmata ku mengendap-endap dari mata menuju pipi.
Menetes, pecah, memercik tak berbentuk.
Menyelimuti subuh dengan aksara tak terjawab.
Mengendarai imajiku untuk mengikuti jejak-jejakmu.
Lunglai menggenggam asa yang tak tahu harus kubuang kemana.
Mungkin bagimu, kerinduan ini hanya kau anggap segenggam garam yang kusebar ditengah lautan.
Atau bahkan, layaknya sebutir embun yang jatuh kebumi.
Karam tak berbekas, lenyap tanpa balas.
Sekumpulan rindu ini pun habis dilumat airmata tak bersuara diujung letihku.
Airmata yang pernah menemani semangatku mencari kebahagiaanmu, yang kini telah kau hirup dari nafas dia.
Kenapa rindu masih saja berterbangan di bilik hati?
Tidak kah dia temukan jalan untuk pulang?
Selalu saja begini!!
Mereka berdansa didalam ingatan, berlatar belakang malam yang di dinginkan hujan. Pulanglah!! Ada banyak hati kasmaran yang menunggumu diambang pintu.
Rindu berkata, dia kangen kamu...
Kangen berkata, dia rindu 

with you till we die

saat kita tua nanti, aku hanya ingin mengajakmu
mengamati bagaimana cara semesta saling melibatkan
pagi yang selalu melibatkan kicau camar,
malam yang kerap melibatkan bintang,
juga semilir angin sepanjang hari
yang mengajari daun-daun menari
sederhana, bukan?

setelah itu, aku akan mengajakmu
untuk memohon dengan cara mereka
pernahkah kau dengar cara mereka berdoa?
jika kau tak pernah mendengar itu,
mari meniru

sebuah permohonan tak harus terdengar, sayang
seperti jantungku yang meminjam degupmu
darahku yang melibatkan desirmu
juga kedipmu yang melumasi mataku

kita disatukan
layaknya pagi yang selalu melibatkan kicau camar
malam yang kerap melibatkan bintang,
juga semilir angin sepanjang hari
yang mengajari daun-daun menari
sederhana, bukan?

Fall in love with stranger


Sebagian dari pikiranku mencoba menemukan kata yang (setidaknya) hampir menggambarkan dirinya. namun ternyata tidak ada yang ditemukan. Dia adalah sesuatu yang lebih dari definisi kesempurnaan. Dia adalah kesempurnaan yang kata-kataku bahkan tidak bisa menjelaskannya. Dia hidup di dunia di mana tidak ada yang bisa berbicara bahasanya. Bahasanya adalah cinta. Dialah yang memilikinya.

Sungguh tidak masuk akal bagaimana manusia bisa sehebat ini. Tidak, dia adalah malaikat. Namun tetap saja dia akan mematahkan sayapnya sendiri untuk membantumu terbang. Itu hanya menunjukkan betapa menakjubkannya dia.

Wahai bulan bumiku. Jangan pernah mencoba menyelami hatiku untuk mencari tahu seberapa dalam aku mencintaimu. Tidak ada tempat untuk kembali. Aku bersumpah kau akan selamanya terjebak di dalamnya.

Itu konyol.
Dalam waktu singkat dia memiliki hatiku,
tidak seperti orang lain.
Itu terjadi secara ajaib,
bagaimana dia bisa menjadi jawaban dari semua pertanyaanku yang aku minta.

Oh satu-satunya,
menjadi akhir dari apa yang telah aku mulai.


Cianjur 05 Juli 2023

salah menjatuhkan hati

Hujan deras baru saja reda dan yang kini tertinggal hanya dingin yang menusuk tulang dan saat ini di bawah sinar lampu kamar yang temaram tiba-tiba aku ingin menuliskan sesuatu,hal yang belakangan ini menjadi beban fikiran tersendiri untukku.

Mengapa hati tak bisa memilih harus kepada siapa ia jatuh?apakah menjatuhkan hati kepada yang bukan seharusnya adalah sebuah kesalahan dan dosa? Harus ku apakan hatiku ini tolong? Itulah sekelumit pertanyaan-pertanyaan yang ingin aku tanyakan belakangan ini.

Andai bisa memilih tentunya aku ingin agar hatiku diam pada tempatnya,aku tidak ingin tersakiti apalagi menyakiti orang lain,biar saja ini menjadi bebanku sampai akhir.

Perasaan yang tak semestinya ada ini akan aku kubur dalam-dalam,tak apa membohongi diri sendiri demi kebaikan semua orang,demi sesuatu yang sudah seharusnya seperti itu.

Mengikuti kata hati tak selalu benar,oleh karenanya mati2an ku tekan perasaan aneh ini,sakit memang tapi akal sehat masih menjadi pemenang.

Cianjur,5 Juli 2023kitadalamkata