Minggu, 26 Juli 2020

Loving harder



Nadi tak dapat menerka, apakah darah-darah kental mencintainya.
Yang ia tahu, selalu ada ruang bagi hal-hal baik.
Jiwaku sudah lama tak tinggal di sini.
Tubuh yang masih mencintainya lewat napas dan doa-doa.
Ia pulangkan segala kecemasan pada petang yang dingin dan beku.
Ia kembalikan riuh nyawa dan kematian yang tertunda pada esok hari.
Seseorang di kejauhan menampung kematianku di tubuhnya.
Ia kurus dan matanya besar.
Matanya hitam pudar melahap kekhawatiranku ia tahu jiwaku telah pergi ke tubuhnya.
Akan ia jaga baik-baik kematian itu.
Ketika hari dan langkah-langkah jauh yang tergesa sudah melepas batas jiwa dan tubuh yang ditinggalkan.
Tak didengar eulogi itu oleh kesunyian nadi.
Ia adalah debar yang dibenamkan dalam-dalam pada bak benuh pasir dan kerikil-kerikil.
Ia melebihi sunyi pukul dua pagi ketika cangkir kopimu berdenting di balkon loteng lantai tiga.
Kematianku tiba terlambat di dalam tubuh seseorang.
Ia selalu seperti kopi dingin yang dibiarkan.
Tidak ada kecapan.
Tidak ada pahit yang mungkin lebih diterima.
Yang datang hanya penyesalan.

Aku mati jauh lebih dulu, dari kematianku yang lain di dalam tubuh seseorang.

Cianjur 26 juli 2020

Sabtu, 25 Juli 2020

Mencintai atau berhenti



Akan tiba waktu di mana aku pulang kepada sebuah titik yang sering kau sebut sebagai kenangan, dan entah bagaimana kutemukan kekosongan yang bukan main-main di dalam diriku. Mungkin aku akan mengutuki isi kepalaku, sekali lagi, bahwa aku benci untuk harus berurusan dengan pekerjaan berat bernama melupakan. Aku benci masih mengingat caramu pergi dan aku lebih benci caraku mengingatmu sedalam ini. Aku tidak merasa kau pernah meletakkan satu alasan yang membuat aku pantas membuka pintu untuk membiarkanmu keluar. Dan ketahuilah, aku masih belum kehilangan hitungan untuk setiap hari yang kuhabiskan tanpa pelukanmu.

Ini melelahkan saat tak lagi kutemukan kita di tempat-tempat kau dan aku terbiasa menenggelamkan diri. Menyakitkan lebih tepatnya. Tidak ada percakapan. Sunyi dan kosong. Sebab aku mengenal setiap detik yang kubuang di sampingmu seperti hening pukul dua pagi yang menghasilkan percapakan-percakapan panjang yang jujur. Dari langkah di mana aku berpijak kini aku bisa melihat isi kepalaku seperti metropolitan yang ditinggalkan. Lampu-lampu kota telah dipadamkan sementara kenangan menjelma proton dan neutron yang mencoba keluar dari lingkaran atom.

Rasa-rasanya aku ingin menulis surat berisi daftar mimpi-mimpi yang pernah kita buat. Karena aku tahu telingamu tak sudi lagi mendengar kenyataannya kita semestinya masih lekat. Mungkin aku hanya akan berakhir memandang mimpi-mimpi itu melayang-layang sendiri sambil berharap waktu menamparku dengan lebih keras, tepat di pipiku yang tak henti-hentinya menjatuhkan hujan dari mendung yang kau ciptakan. Terkadang aku jadi merasa butuh untuk meremukkan hatiku biar ia hancur sekalian. Terluka yang tanggung-tanggung itu memang tak mudah. Dan aku merasakan ketersiksaan itu, terjebak di antara dua kutub yang berlawanan, menarikku dengan kuat namun perlahan.

Cianjur 25 juli 2020

Kamis, 23 Juli 2020

We're prayers that have forgotten to be granted



ada suara retak, yang barangkali mustahil sampai ke telingamu. ada kepingan-kepingan yang berusaha saling menguatkan dan bersikeras memohon diutuhkan. ada pula perasaan yang berjalan sendirian menunggu ditemukan. pada akhirnya akan ada aku yang menghamba hatimu, perkara waktu sampai akhirnya dipatahkan.


aku kira aku telah mampu dalam memberimu segala. sampai di titik kepalaku disadarkan oleh pukulan paling sulit diterima bernama kenyataan. betapa tidak mudah menggadai kewarasan saat cintamu terpasung utang yang kepalang terlambat dilunasi. jiwaku telah menjadi tawanan untuk perasaan-perasaan yang tak mampu ditebus akal sehatmu.



aku ingin membenturkan kepalaku dan memecahkannya menjadi tujuh ratus dua puluh lima keping demi memuntahkan kalimat-kalimat yang tak pernah sempat menyentuh lidahku. terlalu banyak keputusasaan yang akhirnya mati bahkan sebelum memutuskan gantung diri. sedang di keheningan yang lain, jemariku ingin terlelap di ruas pipimu, menjelajah sudut matamu yang sayu sebab tak seorang pun mencoba membaca betapa kau menyembunyikan duka yang tak kalah hebat.



demikian kau mengabaikan seseorang yang siap memberimu seluruh taman yang ia punya, demi setangkai mawar yang mungkin tega melukaimu kapan saja. kiranya di kota yang mulai terhapus dari ingatanmu, langit tengah meledak dan namaku terpental dari kepalamu menjadi sesuatu yang asing dan sukar kau kenali. sementara dada kiri kian mencemaskan kemungkinan bahwa kita adalah doa-doa yang lupa diaminkan.

Cianjur 23 juli 2020