Ini melelahkan saat tak lagi kutemukan kita di tempat-tempat kau dan aku terbiasa menenggelamkan diri. Menyakitkan lebih tepatnya. Tidak ada percakapan. Sunyi dan kosong. Sebab aku mengenal setiap detik yang kubuang di sampingmu seperti hening pukul dua pagi yang menghasilkan percapakan-percakapan panjang yang jujur. Dari langkah di mana aku berpijak kini aku bisa melihat isi kepalaku seperti metropolitan yang ditinggalkan. Lampu-lampu kota telah dipadamkan sementara kenangan menjelma proton dan neutron yang mencoba keluar dari lingkaran atom.
Rasa-rasanya aku ingin menulis surat berisi daftar mimpi-mimpi yang pernah kita buat. Karena aku tahu telingamu tak sudi lagi mendengar kenyataannya kita semestinya masih lekat. Mungkin aku hanya akan berakhir memandang mimpi-mimpi itu melayang-layang sendiri sambil berharap waktu menamparku dengan lebih keras, tepat di pipiku yang tak henti-hentinya menjatuhkan hujan dari mendung yang kau ciptakan. Terkadang aku jadi merasa butuh untuk meremukkan hatiku biar ia hancur sekalian. Terluka yang tanggung-tanggung itu memang tak mudah. Dan aku merasakan ketersiksaan itu, terjebak di antara dua kutub yang berlawanan, menarikku dengan kuat namun perlahan.
Cianjur 25 juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.